Teman-teman masih ingat kejadian tahun 2019 silam, Indonesia khususnya Sumatera bagian tengah, Riau, Palembang, Jambi dan pulau Kalimantan hitam mencekam akibat asap hutan. Jalanan tidak terlihat, polusi dimana-mana, bahkan sekolah terpaksa ditutup karena mulai banyak yang sakit.
Kata beberapa teman yang tinggal di Pekanbaru dan merasakan dampaknya langsung, diam di rumah pun tetap kemasukan asap. Alhasil membuat mereka mau tidak mau menutup ventilasi, bertahan dengan kipas, ac dan air purifier. Aku sendiri yang tinggal di Medan juga sedikit ikut merasakan dampaknya, ada beberapa hari di Medan terlihat gelap.
Terkadang suka bertanya dalam hati, apakah Indonesia dalam hal ini pemerintah tidak bisa mencegah atau menolak karhutla ini? karena sejatinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) ini memang hampir 100% disebabkan oleh unsur kesengajaan. Kebakaran hutan alami, chancenya sangat kecil. Jarang terjadi karena biasanya hanya akibat letusan gunung berapi.
Baca juga :
https://www.bintuanshari.com/2023/06/adopsi-hutan-cara-jaga-hutan.html?m=1
Tapi siapa yang bisa menjawab hal itu? entahlah. Hanya bisa berdoa semoga tidak ada yang egois-egois sehingga terjadi lagi dan lagi kebakaran hutan dan lahan.
Nah ternyata jauh sebelum tahun 2019, Karhutla besar lainnya pernah terjadi di tahun 2015 dan 2007.
Karhutla yang terjadi di 2007 misalnya mengalami kerugian sebesar USD 1.62 - 2.7M dengan luas hutan terbakar seluas 11.7 juga hektare. Bukan hanya itu, kebakaran yang terjadi selama 7 bulan tersebut terdampak hingga 24 provinsi dengan asap menyebar ke tetangga sebelah seperti Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand hingga Australia. 20 Juta orang terkena polusi udara dan pencemaran air, belum lagi ratusan warga di Papua meninggal karena transportasi untuk makanan dan keperluan suplai lainnya di pedalaman terhenti akibat asap. Kecelakaan transportasi udara tidak bisa dielakkan, pesawat garuda GA-152 jatuh di Sibolangit, Sumut karena kabut asap yang memakan korban sebanyak 234 jiwa.
Tidak cukup mengerikan, tapi harus dialami lagi oleh bangsa dengan negara yang disebut zamrud khatulistiwa, karhutla besar terjadi lagi tidak sampai 10 tahun kemudian. Karhutla yang terjadi di tahun 2015 ini merusak seluas 2.6 juta hektare (33% lahan gambut) dengan korban terdampak 28 jiwa, 19 orang meninggal dunia dan lebih 500 ribu terkena gangguan pernapasan di sepanjang 32 provinsi. Tidak hanya manusia, kerugian lingkungan terkait keanekaragaman hayati mencapai USD 295 juta, begitupun habitat satwa yang hilang.
Sebanyak 120 ribu titik api berusaha dipadamkan melalui waterbombing (pemadaman melalui bom air yang dijatuhkan dari helikopter) hujan buatan serta pemadaman di darat. Beruntung oktober 2015 akhirnya turun hujan besar yang drastis memadamkan beberapa titik api.
Reaksiku ketika mendengar penuturan kejadian di atas lewat sebuah kelas zoom bersama teman-teman #EcoBloggerSquad hanya bisa menarik nafas mendengar penuturan dari salah satu pendiri pantau gambut, salah satu organisasi non pemerintah yang bergerak dalam bidang lingkungan.
Usut punya usut karhutla yang terjadi di tahun 2015 ini ternyata dimulai dari aktivitas membuka lahan terutama di kawasan rawa gambut, di sekitar perusahaan bubur kayu (pulp), minyak sawit, karet, peternakan, yang diperparah oleh el nino.
Lalu siapa yang dirugikan ketika hal itu terjadi? yang pertama tentu masyarakat yang ada di titik karhutla dan pemerintah yang harus menanggung kerugian melalui APBN, artinya ya rakyat sendiri yang menanggung.
Bagaimana dengan perusahaan yang bertanggung jawab akan hal itu? ketika sudah ditetapkan bersalah saja mereka mengganti rugi tidak sampai 10% dari total kerugian. Tapi perusahaan apa tetap berlanjut jika perizinan begitu dimudahkan?
Oh betapa malang negeri ini jika dikuasai oleh orang-orang yang hanya memikirkan perut dan kantong sendiri.
LAHAN GAMBUT
Tidak dipungkiri bahwa salah satu elemen penting hutan adalah lahan gambut. Karakteristik gambut yang mempunyai daya serap tinggi bisa membuat gambut menjadi tandon air. Gambut dapat menampung air sebesar 450-850 % air. Maka, jika gambut dihilangkan atau dialihfungsikan maka akan terjadi lingkaran setan.
Apa itu lahan gambut?
Lahan gambut adalah jenis lahan basah yang terbentuk dari timbunan material organik berupa sisa-sisa pohon, rerumputan, lumut dan jasad hewan yang membusuk dalam tanah.
Indonesia memiliki luasan gambut tropis terbesar di dunia dengan mencapai 13,43 hektare yang tersebar di tiga pulau yaitu Sumatera, Kalimantan dan Papua. Teman-teman bisa melihat langsung peta sebaran tanah gambut melalui website pantau gambut.
Kenapa kita harus menjaga lahan gambut?
Karakteristik spesifik pada lahan gambut membuatnya berbeda dengan tanah mineral biasa. Seperti pengertiannya yang berasal dari timbunan material organik, maka dalam proses pembusukan tersebut tidak sempurna karena kondisi gambut bersifat anaerob (tidak ada oksigen) membuat gambut banyak menyimpan karbon yang sangat tinggi.
Maka alih fungsi lahan gambut yang dilakukan dengan cara penebangan, pengeringan dan pembakaran akan sangat berbahaya. Kegiatan tersebut akan menyebabkan degradasi lahan gambut sehingga melepaskan emisi karbon di udara.
Dampak yang terjadi di masyarakat yang dekat dengan lahan gambut adalah banjir dan pencemaran tanah maupun udara. Namun jika ini terjadi terus menerus, kita yang tinggal jauh dari lahan gambut pun akan merasakan dampaknya yaitu kehilangan aneka keragaman hayati dan satwa yang berfungsi menjaga rumah (hutan) kita. Parahnya lagi dunia akan ikut mengalami, jika lahan gambut kering dan dibakar maka ia akan melepas emisi karbon ke atmosfer sehingga menyebabkan perubahan iklim dan pemanasan global.
12 Komentar
Kadang mau pesimis rasanya bodoh, mau optimis kok kayak gak bisa berbuat apa apa. Semoga semakin banyak org yg tersadarkan dari tulisan semacam ini yaaa
BalasHapusIya ka sis mau bodo amat tapi gabisa pada akhirnya mulai ajalah dari diri org sekitar, melalui tulisan tulisan gini dan ga lupa doa terus minta ampun sama Allah. Semoga ada satu dua tulisan tulisan yang menyadarkan
HapusSedih sekali melihat masyarakat Indonesia sekarang sudah jarang ada yang peduli terhadap lingkungan sekitar dan alam, apalagi anak-anak muda sekarang yang seharusnya lebih peduli dan diberi edukasi tentang sekitar.
BalasHapusSedih lihat penerapan hukum di Indonesia nggak maksimal sebagaimana teorinya. Lagi-lagi yang diuntungkan adalah para pembalakan hutan gambut karena mereka tidak tersentuh hukum.
BalasHapusItulah kak, hukuman ke atas ga berlaku, tumpul ke atas, giliran rakyat kecil behhh cepat kali
HapusPantesan ya Na, kalo lahan gambut kebakar asapnya ampun-ampunan.
BalasHapusTernyata mengandung air yang banyak.
Langsung banyak halimun
Jadi keingat bencana alam yang terjadi di Hawai. Lama-lama mungkin Indonesia bisa berpotensi kebakaran seperti itu jika terus terjadi kerusakan pada alam semesta.
BalasHapusIya dek, makanya kita kudu jaga lingkungan dimulai dari hal kecil, kita dan keluarga sendiri dan terus berdoa aja agar para oknum itu sadar dan ga mementingkan diri sendiri lagi
HapusJadi lahan gambut itu banyak mengandung air ya?
BalasHapusPantesan pas kebakar asapnya banyak ya. Berhektar-hektar kebakar, sampe lah asapnya ke provinsi tetangga, bahkan ke negara tetangga
Tanah gambut berlapis lapis kak, kedalamannya makanya ketika dibakar, bisa saja atasnya padam, tapi lapisan bawah terus terbakar dan akhirnya kebakaran dan asap ga berhenti
HapusWah, baru tau tentang lahan gambut sedetail ini. Pantesan ya kalau sudah lahan gambut ikut terbakar, asapnya susah dituntaskan. Bahkan asapnya bisa sampai ke luar negeri. Pelaku pembakaran paling tinggal terbang pesiar berwisata menjauh dari asap, sementara masyarakat yang ada di sekitar lahan gambut menanggug akibat buruknya. Sadis.
BalasHapusBegitulah ironi yang terjadi kak, masyarakat miskin merasakan akibatnya, yg punya kuasa menikmati hasilnya hikss mana pemerintah tidak tegas lagi, asal bisa jadi sumber pemasukan ya biarin aja lanjutkaan ðŸ˜
Hapus