Di sebuah rumah kecil beranggotakan Ayah, Ibu dan seorang anak bayi berusia enam bulan itu tampak riuh. Sang Ibu panik menggendong bayinya sedangkan Ayah terburu menyiapkan kendaraan. Pasalnya sudah beberapa hari sang Bayi sakit, suhu tubuhnya selalu di angka 39-40 derajat. Setelah mencoba berbagai cara tradisional tidak juga turun, Tidak mau terlambat penanganan, kedua orangtua tersebut memutuskan untuk membawa anaknya ke rumah sakit.
|
Sumber foto : istockphoto.com |
Begitulah, saat suhu tubuh naik, kita patut waspada, sebab itu adalah tanda bahwa tubuh kita tidak sedang baik-baik saja. Demam sebagai alarm di tubuh menunjukkan sedang ada bakteri yang menyerang.
Nah, sekarang bayangkan jika suhu bumi terus naik. Panas yang kita rasakan akhir-akhir ini. Daerah pegunungan yang tidak sedingin dulu, cuaca yang berubah-ubah tidak sesuai bulannya. Itu semua adalah tanda perubahan iklim karena pemanasan global.
Global warming atau yang sering disebut pemanasan global adalah proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi.
Baca:
Salah satu penyebab dari pemanasan global adalah berkurangnya hutan baik dijadikan perkebunan seperti sawit ataupun lokasi wisata. Dilema sih ya, kadang kita senang ketika ada pembangunan tempat wisata baru, tapi jika ternyata malah mengurangi hutan tentu sangat disayangkan.
Hutan; Rumah bagi Kita, Pelindung bagi Bumi
Jika pada artikel sebelumnya dibahas
masyarakat adat sang heroik negeri dalam menjaga alam, maka kali ini kita akan membahas peran hutan dalam migitasi perubahan iklim.
Hutan adalah rumah bagi kita dan makhluk hidup lainnya, binatang, pohon, tumbuhan. Hutan adalah supermarket kita. Hutan yang kaya akan sumber daya alam yang isinya adalah apa yang kita butuh dan konsumsi. Hutan penghasil oksigen yang kita butuhkan.
Hutan juga pelindung yang mencegah kita dari berbagai bencana. Jika hujan turun terus menerus, selagi ada hutan yang menyerap kita bisa tercegah dari bencana banjir dan longsor. Maka, sudah seharusnya kita menjaga rumah kita untuk migitasi perubahan iklim.
Apa saja yang dapat kita lakukan? Berikut aksi yang dapat kita lakukan untuk menjaga hutan.
1. Cerita Hutan
Tahu gak sih? bahwa buah durian yang banyak disukai sekaligus dibenci (bahkan hanya dengan menciumnya wanginya) ternyata menjadi penolong hutan. Fakta mencengangkan karena setiap pohonnya dapat menyerap sekitar 1.42 ton CO2 per tahun.
Bukan itu saja, ada sebuah pohon bernama Dracontomelon Mangiferum yang terletak di hutan Ranjuri, Desa Beka, Kabupaten Sigi. Pohon langka ini diyakini kearifan lokal masyarakat suku Kaili mampu menahan dampak bencana alam seperti banjir dan likuifaksi akibat gempa bumi yang dipicu oleh patahan Palu.
Tau gak sih? kalau Indonesia adalah negara pemilik status keanekaragaman hayati tertinggi di dunia setelah Brazil. Hutan Papua yang merupakan 38% dari keseluruhan lahan hutan di Indonesia termasuk di dalamnya dengan jumlah spesies tanaman mencapai 20.000 dan 950 jenis hewan yang terduru dari spesies reptil, mamalia, dan burung.
Pernahkah kita menceritakan kepada anak, keponakan tentang kehebatan hutan? yuk mulai ceritakan agar kelak sebagai pengingat mereka untuk mencintai hutan.
2. Konsumsi Hasil Hutan
Bukan rahasia lagi bahwa hutan adalah sumber kehidupan. Termasuk di dalamnya terdapat bahan baku pangan yang bisa kita konsumsi. Ataupun tanaman yang bisa dijadikan obat.
Zaman dahulu, sebelum dunia obat obatan maju, manusia kembali ke alam untuk mengobati berbagai penyakitnya. Salah satu contohnya adalah jamu.
Djamoe merupakan singkatan dari djampi berarti doa atau obat, dan oesodo (husada) berarti kesehatan. Dengan ditemukannya fosil di tanah Jawa berupa lumpang, alu dan pipisan yang terbuat dari batu, maka penggunaan ramuan kesehatan telah dimulai sejak zaman meseneolitikum. Prasasti dan relief di Candi Borobudur, Prambanan dan Penataran menunjukkan penggunaan jamu sejak abad 5-9 masehi.
Selain jamu yang ternyata sudah lama dikonsumsi, jangan lupakan madu yang langsung berasal dari lebah. Soal madu ini juga tercantum dalam Al Quran bahkan dijadikan nama sebuah suroh yaitu An Nahl. Mengkonsumsi madu hutan bisa mengobati sebuah penyakit dan memperkuat daya tahan tubuh.
Belakangan ini, hasil hutan yang hits dijadikan minuman adalah daun telang. Daun yang ketika direndam jadi berwarna ungu. Segar dinikmati dengan tambahan lemon di siang hari yang panas.
Dengan mengkonsumsi hasil hutan lestari, maka proses produksi oleh masyarakat akan membantu pelestarian hutan.
3. Wisata ke Hutan
Sesekali siapkan tujuan perjalanan ke hutan. Agar kita bisa melihat langsung masyarakat penjaga hutan setempat yang menjaga hutan.
Kita berhutang banyak kepada para penjaga hutan, karena udara bersih yang kita hirup tidak luput dari keberadaan hutan di berbagai wilayah. Kelak anak cucu kita akan tahu bagaimana peran penting hutan dalam kehidupan seluruh makhluk hidup.
Datang ke Hutan, mata kita akan disegarkan dengan hijaunya pepohonan, hidung kita dipenuhi dengan udara bersih serta telinga kita akan dimanjakan oleh suara burung dan aneka fauna lainnya.
4. Memperingati Hari Hutan Indonesia
Tanggal 21 Maret diperingati sebagai hari hutan sedunia. Namun rasanya kita masih butuh satu hari untuk memusatkan mata, pikiran dan usaha kita untuk keberlangsungan hutan di Indonesia. Pada akhirnya Hari hutan Indonesia ditetapkan pada tanggal 7 Agustus.
Ada yang baru tahu hari peringatan ini? Jika iya, maka saat tiba harinya yuk ceritakan ke anak cucu dan kenalkan pada mereka aktivitas cinta hutan.
5. Adopsi Hutan
Hal yang paling mudah kita lakukan adalah adopsi hutan. Apa yang ada di benak teman-teman ketika mendengar hal ini?
Jujur ketika membaca informasi mengenai hal ini dalam website nya HII Hutan Itu Indonesia, tak terasa air mata mengalir melihat senyuman tulus para pahlawan yang mendedikasikan hidupnya untuk menjaga rumah kita.
Singkatnya, program adopsi hutan adalah gerakan gotong royong untuk menjaga hutan yang masih ada melalui pohon tegak yang berusia puluhan hingga ratusan.
Jadi, adopsi hutan seperti pengertiannya kita mengadopsi langsung pohon yang ada di hutan terutama pohon besar yang sudah berdiri tegak sampai-sampai tidak bisa dipeluk oleh satu orang saking besarnya batangnya. Nah cara mengadopsinya kita bisa berdonasi kepada lembaga pengelola hutan dan pohon tersebut bisa disebut atas nama kita nantinya.
Dengan menjadi ibu asuh kita turut mendukung pelestarian satwa liar serta tumbuhan lainnya yang menjadi penyangga ekosistem hutan. Selain itu donasi kita menjadi sebuah bentuk dukungan usaha mandiri masyarakat di kawasan hutan untuk menjaga hutan tersebut.
|
Sumber foto dari website HII, berikut ini adalah peta adopsi hutan di seluruh wilayah Indonesia |
Kabar baiknya, setiap tegakan pohon didata, diberi geotagging kemudian dilaporkan hasil monetering penjagaan hutan secara transparan. Dengan begitu para ibu/bapak angkat dapat terkoneksi dengan hutan walau dari rumah.
Kenapa ini menjadi penting? sekali lagi karena pohon tegakan lebih dari sekedar pohon, usia kehidupannya yang lama telah menjadi penyangga dan sumber kehidupan banyak makhluk. Info mengenai adopsi hutan bisa kunjungi website hutan itu Indonesia.
Gambo Muda, Komunitas UMKM Berbasis Alam
Jika apa yang dipaparkan diatas tadi adalah usaha yang dapat dilakukan setiap pribadi kita dalam melestarikan hutan, apakah ada peran yang lebih besar yang dilakukan sekelompok komunitas?
Mari berkenalan dengan salah satu umkm dari Musi Banyuasin, Palembang. Panggilan hati untuk menjaga hutan membuat para anak muda lokal ini berkolaborasi dengan mayarakat untuk mewujudkan pembangunan lestari dalam visi ekonomi lestari. Salah satu hasil hutan yang mereka manfaatkan adalah tumbuhan gambir.
Jika nenek kita dahulu menggunakan daun gambir atau sering disebut daun sirih untuk memperkuat gigi dengan cara menyirih atau menyuntil, maka masyarakat Musi Banyuasin menjadikan gambo (bahasa setempat) sebagai bahan pakaian. Walau prosesnya panjang tapi minim limbah.
Tahapan unik dalam proses pembuatan kain gambo adalah saat para pengrajin bergotong royong menjumput kain untuk menghasilkan motif yang menarik. Ikatan pada kain yang dijumput harus dipastikan kencang agar motif terbentuk. Selanjutnya kain direndam dalam pewarna alami gambir hingga sebulan lamanya.
Setelah direndam hingga warna yang diinginkan keluar, kain diangkat dan dijemur tanpa sinar matahari. sesudah kering ikatan jumput dilepas dan kain gambo siap dikriyakan menjadi berbagai macam produk turunan seperti jaket, masker, dompet kain dan lain-lain.
Kak Azizah sebagai salah salah satu pengurus UMKM ini menyebutkan tantangan dalam proses ini adalah lama proses pembuatannya. Walau begitu tetap merasa bahagia karena dapat membuat usaha berbasis alam tanpa merusak lingkungan yang ada.
Bagaimana dengan daerahmu, adakah usaha berbasis alam seperti teman-teman daerah Musi Banyuasin lakukan?
13 Komentar
Baru tau ada tanaman Gambo ini bisa dijadikan sebagai bahan pakaian, hasilnya juga bagus ya jadi menyatu ke alam. Patut dijaga nih kelestariannya biar tanaman Gambo awet sampai ke anak cucu :)
BalasHapusSalut buat sahabat sahabat di Musi Banyuasin yang sudah membuat teribosan usaha berbasis alam. Dan itu pakaian ya, biasanya kan makanan, minuman, perkayuan. Semoga makin banyak yg spt ini, agar alam makin lestari
BalasHapusBanyak yang gak sadar bahwa pemanasan global adalah salah satu ancaman paling membahayakan untuk kita tinggal di bumi.
BalasHapusBumi lagi sakit, tapi kita masih mencangkul terus keberadaan hutan diganti dengan lahan sawit. Hikss
Usaha gambo nya terdengar bagus, tapi kyknya blm ada yang tau ya, masih bisa dikembangkan sebenarnya. Gambo ini ada di semua hutan di indonesia atau hanya di daerah sumatera selatan ya
BalasHapusBaru tau dari tulisan ini bahwa ada program adopsi hutan. Masyaallah ya jenius sekali inisiatornya. Punya juga temen di palembang sesama umkm binaan salah satu organisasi usaha yang menggunakan gambir untuk pewarna produk fashionnya. Kalau di medan sendiri banyak juga sahabat sesama umkm penggiat ecoprint yang membuat kain dengan pewarna alam. Salut dengan kawan kawan ini
BalasHapusKita yang sudah membuat bumi ini menjadi lebih panas melalui aktivitas kita. Memang seharusnya kita dengan sadar tidak lagi menambah 'kepanasan' ini. Syukur-syukur bisa berbuat sesuatu yang membantu pengurangan global warming seperti komunitas Gambo Muda ini.
BalasHapusHarapannya banyak orang yang peduli dengan alam ya kak. Sekarang pun enggak harus menebang hutan untuk membuat sesuatu. Inovasi pakaian dari gambo juga keren nih. Saya teringat deh, baru-baru ini ada yang datang juga kan ke rumah. Bawa kain dari serat enceng gondok.
BalasHapusKeliatannya cakep banget, hanya saja ada aroma khasnya saja.
Tantangannya untuk produksi masal dan bagaimana dapat menjual produk tersebut dengan harga yang masuk akal. Kelemahan banyak produk berbasis kreatifitas ini adalah produksi terbatas, harga tinggi dan pasar sempit. Perlu upaya keras menemukan pasar yang tepat dan sustain.
BalasHapusBismillah. Semoga bisa turut jaga lingkungan.
BalasHapusMasya Allah. Semoga lancar dan berkah buat teman-teman umkm yang berkarya dengan tetap menjaga alam.
Corak kain gambo ini agak agak mirip batik ya una...
BalasHapusbagus..
bisa jadi pilihan lain selain batik
MaasyaaAllah Tabaarokallah, nambah ilmu dan kepekaan kita terhadap keberlangsungan Alam dan bumi yang benar-benar harus kita jaga, karna yang menikmati nantinya anak-cucu dan generasi kita, yang juga harus tau dan paham hakikat Kebaikan. Jazakillah khoiron kaka,
BalasHapusMaasyaaAllah Tabaarokallah, nambah ilmu dan membangkitkan kepekaan kita akan Alam dan bumi ini, yang sejatinya memang harus kita jaga dan kita rawat, karna nantinya yang menikmati ini Anak-cucu dan Generasi setelah kita, Jazakillah khoiron kaka.
BalasHapusTerharu dengan program adopsi hutan.
BalasHapusKalo aja menjadi program nasional di seluruh wilayah Indonesia tentunya akan banyak perbaikan untuk hutan Indonesia ya Una