Assalamu'alaikum Buya,
Gimana kabar rumah baru Buya? Semoga lebih indah daripada taman surga yaa.
Sejujurnya setelah kepergian Buya (ayah) ada satu kekosongan. Walaupun kalau dibilang ikhlas, kami (aku, kakak abang, umi) ikhlas menerima takdir ini, mengingat Buya sudah sakit stroke terbaring hampir 9 tahun ini. Dan sebulan menjelang kematiannya sudah tidak lagi berselera makan.
Sampai saat ini di hari ke-25 wafatnya Buya, aku sudah bermimpi tiga kali tentang nya. Dan sudah mengunjungi makamnya tiga kali juga.
Dulu, aku sering bertanya, bagaimana rasanya kehilangan orangtua. Melihat beberapa temen terkadang sedikit 'lebay' mengekspresikan kesedihannya. Padahal kan kami (aku dan temen-temen tadi) sudah besar, sudah punya keluarga masing-masing, bahkan sudah punya anak.
Tapi ternyata kenangan bersama Buya seperti berputar di kepala, bahkan kenangan sejak kecil, ketika Buya membangunkanku tidur semasa sekolah dasar, menggendongku yang terkadang susah dibanguni, memasakkan air panas untuk mandi. Mengajak ke gramedia setiap malam minggu dan bebas pilih buku.
Beranjak remaja, Buya memerintahkan berhijab, dengan keras melarang pacaran, memberlakukan jam malam, sebelum maghrib harus tiba di rumah. Aku yang sedikit nakal dulu pernah coba berpacaran backstreet dan terbukti ga bertahan lama.
Ketika sudah merantau, aku yang malas menelpon, ketika menghubungi nya langsung mendapatkan pertanyaan, "sudah habis duitmu?"
Lalu ketika Buya jatuh sakit pada tahun 2014 silam, aku yang membangunkannya di kamar dan ternyata Buya sudah terserang stroke, membawanya ke RS dengan ambulans.
Ketika Zaen hadir dan memintaku pada beliau yang disambut dengan tangisan karena stroke Buya tak dapat bicara.
Kehamilan sampai kelahiran Keenan yang sempat bermain dan bermanja minta kismis sama Buya di meja makan.
Tiba di dua minggu terakhir kehidupannya, tidak ada satupun makanan yang masuk, air minum hanya mau air zam-zam. Malam-malam yang kaki tangannya dingin, dan minta ditemani tidur.
Lalu ketika berhasil membujuknya untuk ke RS, kami membawanya, dan dengan bantuan sonde Buya bisa makan.
Walau akhirnya ajal nya sudah ditetapkan. Menutup akhir tahun di 31 Desember 2022.
Kembali aku yang menemaninya yang sudah tidak bernyawa di ambulan untuk dibawa ke rumah.
Ketika masih disemayamkan di rumah, aku masih bisa melihat wajahnya menciumnya. Saat akhirnya harus kembali ke tanah.
Di rumah, acapkali kenangan itu muncul, melihat kursi rodanya, tempat rebahan Buya di ruang tv yang tanpa ku sadari ku sapa "sehat jid"
Lalu hari hari ku kembali seperti biasa, Abi keenan kerja, aku menunggu nya di rumah bersama Keenan. Ternyata ada bedanya, ketika biasanya ada Buya yang ikut ku jaga. Kali ini sudah tidak ada.
Itulah mungkin yang disebut kekosongan. Kadang teringat dulu kenapa aku tidak cukup sabar. Sekali dua kali aku kerap marah padanya, karena ia terus memanggil berteriak, dan anakku yang baru saja tertidur terbangun lagi. Aku cemberut dan buya menangis.
Lalu aku merasa bersalah melihat pintu surgaku menangis karena aku. Aku langsung meminta maaf walau keesokan harinya kadang hal itu terulang kembali.
Allahu, maafkan hambamu yang dulu kurang sabar ketika menghadapi Buya yang sakit.
Sekarang yang aku bisa hanya meneruskan kebaikannya. Walaupun jujur, seperti tidak ada gairah dan semangat untuk menulis, dagang buku, buat konten, kaya kehilangan semangat hidup.
Tapi dunia harus terus berjalan. Life must go on. Apapun yang terjadi.
Semoga aku dan kakak-kakak k bisa menjadi amal jariah bagi Buya.
Karena sejatinya kematian itu adalah hal pasti. Tinggal kita yang menentukan mau mati seperti apa. Husnul khatimah atau sebaliknya naudzubillah.
Seperti alasanku membuat nama blog ini bintuanshari yang artinya anak anshari (nama Buya ku) aku ingin semua tulisan ku bermanfaat dan menjadi amal jariah bagi Buya. Aku ingin di dunia tulis ini, orang akan selalu ingat bahwa aku anak ustad. Anshari.
Teman-teman yang masih punya orangtua, luangin waktu buat mereka, bahagia in. Karena setua apapun kita, kehilangan orangtua tetap meninggalkan kesedihan di salah satu sudut hati. Seperti yang sudah ku sampaikan di atas. Kehilangan orang tua kehilangan semangat hidup.
Tapi sekali lagi, hidup harus terus berjalan.
Semoga aku bisa bergerak lagi. Menulis lagi, buat konten lagi, jualan buku lagi.
Saatnya menghapus airmata yang mengalir sepanjang menulis ini.
Semogaa setelah ini bisa bangkit.
Semoga kata-kata yang kutuangkan di sini bisa jadi healingku mengatasi kehilangan ini.
Semoga.
Doakan aku gaes.
Bintu Anshari,
26 Januari 2023.
4 Komentar
Ikut nangis bacanya na.. Teringat sama almarhum bapak. Kata andai ini memng selalu menyisakan penyesalan. Memang benarlah ucapan orang terdahulu. Beda antara orangtua merawat kita dengan kita merawat orangtua.
BalasHapusOrangtua merawat dengan harapan kita berjaya dan hidup lama. Sedangkan kita merawat orangtua hanya mengantarkan beliau ke sisa umurnya.
Kakak pun dulu selalu mimpi beliau. Bahkan saat sedang cuti shalat mimpi lagi, mungkin kangen dengan doa-doa yang selalu kakak panjatkan cuma doalah penghubung kami sekarang
Dari judulnya aku tau ini tulisan si Una pasti bikin aku nangis bombay.
BalasHapusWalopun pas tiba di "udah habis duitmu" aku jadi tertawa dalam tangis.
Karena awak pun dulu kalo duit habis baru nelp kwkwkwkw
Kadangkala kita masih sibuk bahwa dunia esok masih ada. Tak bisa kembali barang sekejab. Ternyata mengingat kematian dalam sebuah cerita membuat ingatannya lebih bermakna. Kak Una, tetap semangat ya.
BalasHapusKakak mungkin termasuk yang lebay dalam mengekspresikan kenangan indah bersama sang cinta pertama, ayah tercinta, berpulang 1 Juni 2018. Turut berduka cita ya Una, insyaallah ayahanda sekarang sudah lebih berbahagia, tetap kirim doa untuk beliau dalam tiap sholat.
BalasHapus