Judul saya nggak banget ya, uda kayak penelitian. haha. oke, mari kita mulai!
Sering kita
dengar ungkapan, kalau yang mengasuh anak seorang baby sitter, maka anak tersebut
lebih sering dinyatakan sebagai anak baby sitter, dalam artian anaknya akan
lebih dekat dengan si ‘bibi’ daripada orangtuanya sendiri. Apalagi kalau bukan
hanya quantity time yang jelas tidak
dimanfaatkan karena sibuk bekerja, bahkan quality time seperti weekend atau
meluangkan waktu untuk acara di sekolah anak saja kadang tidak ‘berusaha’
menyediakan waktu. Mungkin mereka menganggap bahwa harta saja ‘cukup’.
Tentang
pernyataan ini, kita seolah antara percaya dan tidak percaya. Bagaimana bisa
hal itu terjadi. Saya pribadi menulis ini karena melihat pengalaman hidup saya,
jarang tulisan saya dibuat berdasarkan karangan belaka. Lebih sering hal itu based on true story, tapi terkadang sedikit
‘diperlebay’ dengan khayalan
konyol yang saya anggap itu sebagai doa agar kelak terjadi.
Back to topic,
saya seorang anak bungsu dari 3 bersaudara. Kedua kakak yang cantik jelita
sudah berkeluarga, yang pertama tinggal di Medan di rumah sendiri, tidak
tinggal dengan orang tua, sedangkan kakak kedua tinggal di Jakarta. Saya
sendiri semasa kuliah di jakarta ngekos, tanpa ikut tinggal dengan kakak.
Namun, saat weekend saya sering pulang ke rumah kakak, bahkan saat riweh dengan
skripsi semester 8 saya pindah dari kosan untuk tinggal di rumah kakak, karena
teman-teman seangkatan sudah pada selesai dan pindah, maka ikut-ikutanlah saya.
Kedua kakak saya
memiliki anak pertama yang umurnya tidak berbeda jauh, hanya sekitar 1 bulan
setengah. Pertumbuhan kedua ponakan saya ini selalu sama. Dari mulai bisa
berjalan, tumbuh gigi sampai bajupun mereka sama, karena antara kakak saya,
siapa yang ingin beli baju, maka harus beli untuk keduanya, terlebih jid
(kakek) mereka, buya saya sendiri.
Kisah yang ingin
diceritakan adalah tentang anak kakak kedua saya yang tinggal di Jakarta. Baik abang
maupun Kakak saya ini sama-sama bekerja, maka anaknya si Banna dititipi di
sebuah daycare atau PAUD sebelum berangkat kerja dan diambil siang hari ketika
selesai mengajar. Maka, ketika saya di semester 8, mereka meminta saya untuk
tinggal di rumah karena hanya sesekali ke kampus untuk bimbingan dan kuliah
satu mata kuliah yang belum diambil. Ketika tidak ada jadwal ke kampus,
otomatis Banna pun tidak diantar ke Paud dan tinggal bersama saya. Singkat
cerita di masa pertumbuhan Banna dari 2 tahun menuju 3 tahun banyak dilaluinya
dengan saya *kalau tidak salah, nanti saya google lagi, masa-masa balita inilah
masa keemasan seorang anak. jauh sebelum masa skripsi, ketika kakak saya sedang ambil program master, kalau jadwal kuliah tidak padat, saya pasti disuruh ke rumahnya.
Belakangan ini,
ketika umurnya sudah menginjak 3 tahun, baru saya menyadari kalau banyak
‘sifat’ buruk saya yang diikutinya, seperti
- Malas makan, tapi doyan jajan
- Suka ngambekan, yang ujung-ujungnya menutup mata sambil tengkurap di lantai
- Bawel, suka merepet
- Hal keempat inilah yang
akhirnya buat saya ‘ngeh’ sehingga membuat keputusan untuk menulis artikel ini,
yaitu JANGAN DIJANJIIN KALAU SEKIRANYA RAGU ATAU TIDAK YAKIN AKAN BISA UNTUK
DIPENUHI
Kemarin, entah si mama atau si papa Banna janjiin untuk
keluar makan malam. Ketika berjanji itu, si papa masih otw ke rumah dari
kerjaannya *gila ya si Papa, sibuk berat!! sampe
hari minggupun ada kerjaan* Sesampainya di rumah, ternyata abang ngantuk berat dan
pengen tidur bentaran. Kebetulan juga saya waktu itu masih di luar, sekalian
menunggu kepulangan saya, akhirnya si bannapun tertidur. Selang 1 jam setelahnya,
saya sampai di rumah disertai dengan turunnya hujan yang cukup deras. Maka
akhirnya ‘makan’ di luarpun dibatalkan.
Kira-kira
setengah jam setelah saya sampai rumah, tapi hujan masih turun, si Banna bangun
dan merengek-rengek. Pikir kita saat itu hanya badannya yang kurang enak
sehingga membuat dia menangis. Keeseokan paginya, nenek
Banna (ibunya abang) yang kebetulan
lagi berkunjung ngobrol dipagi hari bersama abang.
“Si Banna ini orangnya
tidak bisa dijanjikan, tadi malam dy merengek mungkin karena sudah dijanjikan
makan di luar, tapi akhirnya dibatalkan.”
So, here i am. kata-kata sang nenek lah yang
akhirnya membuat saya ‘ngeh’ betapa banyak sikap saya yang cukup buruk diserap
oleh si Banna karena keseharian dia
bersama saya. Saya sendiri seperti
itu. Beberapa kali
ada saja yang dijanjikan baik oleh buya, umi,
kakak-kakak saya, tapi akhirnya mereka tidak memenuhi. Bukan maksud tidak memenuhi
terkadang, melainkan
ada suatu hal yang tidak memungkinkan.
Maka
itu
‘belum’ bisa memepnuhi.
Maka saya pun langsung ngambek. Bahkan, seingat saya, saya sering ngomong
seperti ini “Makanya
jangan dijanjikan.”
Bagi saya, satu kata dari kisah ini adalah NGESELIN
ya! Sekarang ini baru nyadar betapa kedua ortu dan kakak-kakak begitu
kesalnya dengan sikap ngambekan saya.
Karena sekarangpun saya suka
kesel gitu ngeliat banna yang susah diajak makan, ngambekan, bawel pula. Satu
lagi, dia mah susah dibilangin,
kalau pengen sesuatu ya harus ada, nggak
mau dengar kata tidak. Kaya tadi siang aja, dy pen nonton film ‘Tomas’, yawudah
karena emaknya ngajar, saya
yang disuruh temenin ke rentalan kaset, nyampe sono kita tanya dah sama si
abangnya,
“Bang, ada Tomas ga?”
“Nggak ada neng, uda pada
dibeli kasetnya.”
Ntu si Banna
padahal ada disono dengerin kata si abangnya, tapi dy nggak percayaan,
“Eee, mau tomas, harus tomas.”
“Ih, gada tomasnya” kata saya “kan Banna denger
sendiri tadi om nya yang
ngomong, bukan ole” sambung saya.
Tapi dasar anaknya kaga bisa
diajak kompromi, dy tetap ngerengek disitu minta tomas.
“Mau tomas.” ujarnya tanpa bisa
diajak kompromi
Tapi mungkin
semua anak-anak kaya gini kali ya, atau ponakan saya doang?!
“Nggak ada Banna, ngeselin lu ye.” Saya uda mulai marah aja,
abis pulang kelas rusia yang bikin puyeng, belom sholat plus laper berat,
terang saja sedikit esmosi.
Setelah ngitar-ngitar
15 menitan, dy pilih film yang ada gambar robotnya. Waktu gw liat ternyata ntu
film ‘transformer’ yang pastinya film yang juga mengangkat kisah ‘cinta’
*bahaya ini pikir saya,
karena di belakang dvdnya ada gambar tokohnya seperti sedang berpelukan. Dengan
susah payah saya
bujukin dy lagi supaya nggak milih itu.
“Jangan ini ya, yang lain
aja, ini film mama-mama.”
Kata saya.
“Tapi ini kan ada
robot-robotnya ole.”
jawabnya
Duh, pusing saya, gimana jelasinnya yak.
“Yang ini aja.” ujarku mengalihkan
pilihannya
“Nggak mau, mau yang robot
aja.”
“Ini film mama-mama, liat nih ini ada om dan
tantenya.”
Akhirnya dy
nurut juga sambil nyari yang lain. Sambil masih ngiterin ini toko. Karena perut
saya yang uda teriak
kenceng-kenceng minta diisi, akhirnya saya
ngalah, biarin dah transformer, ntar kalau ada adegan berduaan diskip.
“Udah deh gapapa ini, ini
aja dah.” Saya ngalah.
Eh dy malah
jawab apaan coba? “Nggak mau, kan nggak boleh ini ada om dan tantenya.”
Busyet dah, ni
anak. Gini ini kalau anak cerdas, malu banget saya yang tadinya berusaha ngelarang malah
nawarin, tapi akhirnya dy yang nolak, hahahah maluuu saya ^^
“Micquen aja deh ole.”
“Alhamdulillah” akhirnya!!!
Teriak cacing-cacing gw yang
kesenangan karena bakalan pulang dan diisi.
Sifat si Banna
yang tidak mengenal kata TIDAK ini ternyata lagi lagi titisan saya! Omaygod!! Jelek
banget ya saya
dalam hal mengurus anak, kenapa
sifat buruknya mulu yang keliatan. Hahahha.
Pelajaran dan pesan buat gw sendiri yang harus diambil dari kisah ini ya
BAIK-BAIKlah dalam mengurus anak. Sedangkan, bagi
orangtua siapapun mereka, kalau mereka tidak mau anaknya ter’tular’ sikap buruk
orang lain, maka putuskanlah hanya salah satu yang bekerja! Cukup sang ayah
yang bekerja, ataupun kalau sang Ibu tetap mau bekerja, ya bekerjalah yang bisa mengatur waktu sendiri, contohnya buka
usaha di rumah yang tugas anda hanya mengawasi saja atau bekerjalah saat anak
anda sudah bersekolah. Menurut hemat saya, ya jangan bekerja ketika sang anak
masih berada dalam keemasan usianya.
Ok. May be
enough here, just take the ‘lesson’ and do not copy the bad character. Thanks
for reading, hihihihi, yang mu comment silakan atuh
ini foto saya berdua Banna yang sekarang sudah berumur 5 tahun
0 Komentar