Tidak
dipungkiri sebagian manusia terkadang menilai dari segi kuantitas bukan dari
segi kualitas. Hal ini terjadi dalam segala hal termasuk sepak bola. Saya ingin
menyoroti 2 orang ksatria lapangan hijau kali ini. Yang merupakan peraih titel
sebagai pemain dan pelatih terbaik dari klub yang juga katanya ‘terbaik’ di
dunia yaitu Lionel Messi dan yang terhormat coach Pep Guardiola.
Pertama
Messi yang akan kita bahas terlebih dahulu, bagaimana perjalanan ia sebagai pesebokbola,
yang dari berusia 6 tahun kalau tidak salah sudah berada di La Macia, tempat
penempa pesepakbola di tanah Catalonia. Ia memang berhutang budi kepada klubnya tersebut, dari seorang
balita yang divonis kekurangan hormon, lantas sang ayah mengirim video
permainan bolanya ke klubnya sekarang setelah sebelumnya klub negara asalnya
Argentina menyatakan angkat tangan tanda tidak bisa lagi membiayai mahalnya
biaya perobatannya. Dan dengan berani Barcelona mau menerima dengan konsekuensi
biaya perobatannya yang sangat besar. Namun, hasilnya berbuah manis, setelah
ditempa puluhan tahun akhirnya ia menjadi pesepakbola ‘terbaik’ di dunia saat
ini.
Berhutang
budi memang sebuah sikap yang harus ada padasetiap manusia karena itu merupakan
sikap yang tentunya diharapkan oleh orang yang sudah menolong kita. Tetapi
disinilah saya ingin menyoroti, dengan teman bermain yang sama sejak dahulu,
tanah lapangan dari negeri yang sama dan pelatih yang sama. Mengapa ia bisa
dikatakan yang terbaik, sedangkan ketika bermain dengan teman-temannya satu
negarapun ia tak berhasil. Lihat ketika piala dunia 2010 di Afrika Selatan,
masuk perempat final saja tidak. Dan ketika bermain di klub dengan teman-teman
bersamapun tetapi di tanah yang berbeda yaitu tanah Britania ia tidak mampu
menembus jala lawannya, tentu ini masih segar di ingatan teman-teman ketika
barca menghadapi klub asal kota London, Chelsea. Bagaimana ia bisa disebut
pemain terbaik dunia? Sampai kapanpun saya tidak akan menyebutnya sebagai
pemain terbaik dunia, terbaik liga spanyol? Mungkin iya, saya jawab IYA kalau
ia pindah ke klub lain. Dan saya menantang, akan mengatakan ia terbaik di dunia
kalau ia sudah berani pindah klub bahkan pindah liga dengan pelatih, teman, dan
tanah berbeda.
Beranjak
kepada orang kedua yang akan dibahas yaitu om Guardiola. Menurut saya ia belum
bisa dikatakan sebagai pelatih terbaik dunia. Walau klub besutannya bisa
mengawinkan 4 gelar sekaligus, champion La Liga, Liga Champion, Super Spanyol
dan Piala Dunia antar klub dengan klub yang sama, yang sudah selama 4 tahun
bersamanya. Saya lebih memilih mengatakan opa Mourinho sebagai pelatih terbaik
dunia, bukan karena ia sekarang menjadi pelatih klub kesayangan saya, tetapi
lebih kepada kemampuannya yang senantiasa membawa klub besutannya sebagai
jawara dan hebatnya karena ia selalu berpindah klub. Coba teman bayangkan kala
itu, FC Porto yang tidak terkenal sehebat Real Madrid, Barcelona, MU, Inter
Milan dan klub lainnya, tetapi di tangan dingin seorang pelatih yang dikenal
dengan ceplos-ceplosnya berhasil membawa klub tersebut sebagai juara di liga
terakbar di Eropa yaitu Liga Champion, demikian ketika ia memilih untuk pindah
ke Tanah Britania ia mampu membawa klub yang dimiliki pengusaha kaya asal Rusia
Roman Abromovic Chelsea menjadi salah satu tim terkuat dan ditakuti di Inggris
yang merupakan seteru abadi klub dengan julukan The Red Devil, *heran, namain
klub kok setan yak, ckckckck. Pun ketika ia ingin mencoba kemampuan bahasa Italianya,
ia mampu membuat hati para interisti senyum semringah ketika melihat klubnya
sebagai jawara Serie A Italia sekaligus juara Champion sama seperti klub asal
negara sebelumnya. Dan terakhir ketika ia berhasail membawa ‘si putih’ yang
sudah lebih 10 tahun tidak mengoleksi kembali gelar Piala Raja, 1 tahun bersama
ia membawa Los Mareunges sebagai juara Copa Del Rey, ditahun kedua ia kembali
merebut mahkota La Liga yang sudah 4 musim terus berada ditangan musuh
bebuyutannya. Back to om Pep, saya akan menyebutnya sebagai pelatih terbaik dunia
ketika ia mampu untuk mengantar klub lain sebagai jawara Eropa. Tidak perlu
klub yang kecil, bahkan klub yang sudah besar dan bertabur bintangpun tidak
masalah, asal ia mampu. Dan torehannyapun harus melebihi atau paling tidak sama
dengan yang diraih oleh opa Mourinho. Dan berita terakhir yang ada adalah
keputusannya untuk meninggalkan Barca yang membuat para Bancilona mungkin sedih
dan menangis. Will see, kemana om Pep akan berlabuh mencoba kesaktian kaki,
kepala, bahkan otaknya untuk membesut tim baru, berhasilkah ia? Tidak ada yang
tahu, yang jelas untuk sekarang saya hanya mengatakan PEP GUARDIOLA bukanlah
pelatih terbaik dunia.
Medan,
14 Maret 2013
17.30
p.m
0 Komentar